Jumat, 05 Desember 2008

Tentang Tujuhbelasan

Adalah suatu kebiasaan, setiap awal Agustus kami didatangi oleh petugas satpam di kompleks perumahan kami, untuk minta sumbangan dalam rangka perayaan tujuh belas Agustusan. Untuk tahun ini jumlah iuran adalah 50 ribu per kepala keluarga. Tahun lalu kayaknya ya... segitu juga. Ada pengalaman gak enak di tahun lalu karena acara yang sedianya dilakukan untuk merayakan kemerdekaan dengan kegembiraan dan silaturahmi itu ternyata jadi acara ribut... soal duit. Salah seorang warga yang entah dapet kabar darimana, mempersoalkan soal auditable dan transparansi dalam pengelolaan dana perayaan rutin tersebut. Lah.. yang merasa diserahkan dana tentu gak terima ... dan terbitlah pertengkaran di antara mereka. Keliatannya masalahnya bisa diselesaikan sehingga enggak perlu ada yang harus sewa pengacara untuk soal pencemaran nama baik atau apa. Enggak tau juga apa itu juga berarti bahwa tahun ini pengelolaan dana menjadi lebih auditable atau lebih transparan dibandingkan tahun lalu. Buat aku sih... selagi ada yang mau kerja sosial ngurusin ini itu di lingkungan erte atau erwe.. ya... bagus2 aja.

Perayaan kemarin tampaknya rutin aja, sama dengan tahun-tahun yang lalu, ada lomba untuk anak2 seperti makan kerupuk, tepuk kendi dengan mata tertutup, bawa kelereng di sendok, balap karung, pertandingan sepakbola, basket, voli, de el el, ada juga lomba untuk dewasa seperti sepak bola pake sarung, tarik tambang, de el el. Beberapa tahun yang lalu pernah diadakan juga semacam pentas seni, pake band segala... tapi tahun2 belakangan ini kayaknya kurang sponsor, duitnya gak cukup.

Sebetulnya apa sih... makna dari perayaan tujuhbelas Agustusan itu ? Kenapa juga harus dengan balap karung, misalnya. Lah... apa coba kaitannya antara kemerdekaan dengan lomba panjat pinang ?

Jadi ingat jaman mahasiswa dulu (tahun 80-an), aku tuh pernah menulis di salah satu majalah kampus, yang mempersoalkan perayaan hari Kartini : ”kenapa sih hari Kartini dirayakan dengan lomba2 yang enggak ada hubungannya dengan perjuangan Kartini seperti lomba kebaya, lomba mirip kartini (kondenya), lomba tumpeng, lomba masak nasi goreng buat bapak-bapak, de el el”. Yang kasih jawaban adalah pacarku (waktu itu), meski enggak ditulis, katanya : ”Setiap orang boleh merayakan sesuatu dengan caranya sendiri2. Bila dia merasa seneng merayakan Kartini dengan pake kebaya model kartini... ya.. biar aja .... kalo dia merayakannya dengan baca buku kumpulan surat2nya Kartini keras2.. ya.. boleh juga ! Yang penting adalah merayakan, memperingati .... seperti juga pas ulang tahun kita memotong kue dan meniup lilin (apa hubungannya.. coba... antara kue dan bertambahnya umur kita)”. Oke deh.

Waktu aku masih kecil, perayaan tujuhbelasan ya.. gitu2 juga... ada serangkaian pertandingan antar erte trus antar erwe trus ada malam pentas seni. Masih ingat, pernah ada semacam pertunjukan drama di kelurahan tentang perjuangan, lengkap dengan bunyi tembakan dan ikat kepala merah putih... trus yang jadi belandanya itu dipilih orang jawa, tetangga, yang ngomongnya medok banget. Jadilah kita terpingkal-pingkal mendengarkan ... en kowe... en kowe.. dengan logat banyumasan. Dan Belanda udah pasti kalah..... di cerita2 tujuhbelasan itu, dari dulu sampe sekarang.

Di kompleks perumahanku, minggu lalu, anakku yang sulung ikut sebagai pemain sepakbola dan basket di pertandingan antar erte. Adiknya, yang baru tujuh tahun itu ngiri bener liat seragam keren kakaknya dan merengek pengen ikutan main bola (lah ..... dia kan ”jatahnya” pertandingan bawa kelereng dan pukul kendi). Akhirnya kami dandani dia dengan seragam ”Thiery Hendry” kesayangannya, lengkap dengan sepatu bola dan bilang bahwa dia adalah ”pemain cadangan” dan nontonlah kami di pinggir lapangan.... rame berteriak-teriak memberi semangat pada tim erte kami itu. Sang komentator, dengan ”mike” di tanganpun tak kalah serunya mengomentari jalannya pertandingan. Kalah-menang tak jadi soal, yang penting rame. Selama pertandingan2 berlangsung, keliatannya tak ada seorangpun memperhatikan kehadiran ”pemain cadangan misterius” yang berwajah imut dan lucu (ini menurut ibunya, sih !) yang dengan serunya memberi semangat pada kakaknya dan sedih bener kalo timnya kemasukan gol. Memang akhirnya tim erte kami cuman kebagian juara ketiga. Gak papa. Aku pikir inilah makna perayaan tujuhbelasan : kegembiraan dan kebersamaan.

Nah, kemarin itu sembari jalan ke kantor... aku dengerin radio yang mengadakan semacam kuis dan pertanyaannya adalah : ”apa makna dari lomba2 yang diadakan untuk tujuhbelasan”. Ada banyak yang memberi jawaban, baik yang lucu maupun serius, misalnya, lomba panjat pinang itu maknanya adalah berjuang untuk mencapai tujuan, trus lomba tarik tambang maknanya adalah kerja sama, trus lomba bawa kelereng itu adalah pantang menyerah. Iya deh...Lah trus ada yang iseng : ”kalo lomba memasukkan pensil ke dalam botol itu maknanya apa, coba ?” Hahahaha. Untungnya si pembawa acara radio itu ngomong : ”udah deh.... lomba yang itu jangan dibahas !”

Apa iya semua lomba itu harus dicari maknanya ?

Jakarta, 19 Agustus 2005
Salam,
Nuning.



Pernah dimuat :
-----Original Message-----
From: Nugrahani
Sent: Friday, August 19, 2005 4:50 PM
To: M.B.Saputro; Mimbar List
Subject: makna perayaan tujuhbelasan

Tidak ada komentar: