Jumat, 05 Desember 2008

Jilid-2 - Tentang Sang Putri Laut

Kami harus ke kapal Oceanic Princess pagi ini namun harus menunggu jam 8.30 pagi untuk naik boat/perahu motor kecil (nama boat itu Sting Ray – keren, ya !) karena jam 7 pagi ini boat itu kandas, dapat dilihat dari jeti – dermaga kayu untuk tempat berlabuh kapal - akibat permukaan air yang surut. Pasang surut di wilayah Papua memang bisa mencapai 6 meter ketika purnama (mudah2an masih ingat bahwa pasang surut itu akibat tarikan gravitasi bulan).

Setelah lautpun pasang, kamipun naik si Sting Ray. Sekitar 1 jam perjalanan naik boat dari Babo Camp, membelah Teluk Bintuni sampailah kita ke lokasi shooting ‘pre survey test seismic’ 3D/4C OBC-nya BP. Tampak kapal Oceanic Princess, Sang Putri Laut, warnanya kuning terang, mencolok di permukaan laut yang kebiruan dan bagian dasar kapal berwarna biru gelap. Dari jauh tampak seperti mainan “lego” anakku. Cantik, keren dan besar. Kapal survai seismic yang terbesar yang pernah aku lihat. Otomatis, kami semua meraih kamera dan memotret Sang Putri. Pindah dari Sting Ray kami harus mendaki tangga yang cukup tinggi untuk mencapai deck si Princess yang raksasa ini.

Setelah ‘safety breefing’ kami diajak berkeliling. Panjang Sang Putri Laut adalah 230 meter (iya, 2 kali lapangan bola), separuh bagian kapal berisi peralatan survai dan separuh lagi untuk tempat kerja dan penginapan crews yang bertingkat 6. Kamar atau cabin untuk crew lebih menyerupai kamar hotel. Aku dapat cabin di lantai 5, bernomer 513. Di kamarku ada satu tempat tidur bertingkat, lemari, kamar mandi (lengkap dengan shower air panas/dingin), meja kerja dan seperangkat sofa serta meja santai. Semua menempel di dinding, kecuali kursi kerja. Yang membedakannya dengan kamar2 standar di hotel adalah tempat tidur yang bersusun dan tidak ada tv di kamar.

Di kapal ini ada ruang untuk bersantai (dengan dengan deretan buku2, tv dan video) yang terbagi dua yaitu ruangan yang boleh merokok dan yang tidak. Selain itu ada ruang olahraga dengan peralatan gymnastic, juga ada ruang makan yang cukup besar serta dapur. Ruangan kerja di dalam Sang Putri Laut juga mirip ruangan kantor di gedung2 di segitiga emas Jakarta ; ada kamar2 kerja, ruangan2 computer, ruang monitoring, ruang2 rapat, dll. Ruang rapat di lantai paling atas adalah yang paling besar dan boleh kami gunakan untuk rapat namun sampe hari ini kami cuma diskusi di ruang kerja BP (disebut client room). Ruang rapat itu baru kami digunakan untuk solat bareng aja (kami berempat, melayu, 1 yang non muslim). Rasanya “lain” aja…. sholat berjamaah atas kapal, di kelilingi laut (kalo nengok ke jendela). Ruang rapat di tingkat paling atas (dan paling besar) ini mempunyai pintu keluar ke deck paling atas, bersebelahan dengan lapangan bulutangkis dan lapangan (dengan meja) pingpong.

Jumlah orang (termasuk para manajer, kapten, crew kapal, crew kabel, crew seismic, dll) katanya ada 165 orang dan 2 orang saja di antaranya yang berjenis kelamin perempuan. Kedua cewek bule itu perokok (katanya di Perancis itu jumlah cewek yang perokok lebih banyak daripada cowok perokok ?), yang satu tugas sebagai crew kabel yang satu lagi crew perekaman. Yang jelas tidak ada satupun dari 165 orang itu yang berbahasa Indonesia. Ditambah dengan kami dari Indonesia, maka jumlah orang di Oceanic Princess jadi 168 cowok dan 3 cewek. Petugas2 kebersihan dan kantin adalah orang Filipina yang susah dibedakan dengan orang Indonesia kecuali kalo ngomong (seperti juga kita tidak bisa membedakan bule, apakah dari Norway atau dari Jerman).

Para bule di Oceanic Princess kebanyakan berasal dari Norwegia, Inggris, Australia (bukan American, deh) dan umumnya berbadan besar/tinggi sehingga kami berempat, yang Indonesia, yang kebetulan enggak begitu tinggi, tampak seperti ‘hobbit’ (manusia kecil di dalam bukunya JRL Tolkiens : The Lord of the Ring, Two Towers, The Return of the King). Mereka bertugas secara shif/bergantian (kecuali para manager dan expert/spesialis) 12 jam sehari, dari jam 12 siang sampai jam 12 malam dan yang lainnya dari jam 12 malam sampe jam 12 siang hari berikutnya. Masing2 shift mendapatkan jatah istirahat (dan makan) dua jam selama kerja. Jadi di kantin itu pas makan siang (antara jam 12 sampe jam 1 siang), ya… ada yang makan siang, ada yang sarapan karena baru bangun tidur dan ada dinner jam 12 tengah malam. Cabin yang untuk 2 orangpun praktis cuman terisi 1 karena sistem kerja bergiliran itu. Keliatannya mereka berjanjian untuk menikmati kamar itu sendiri selama 12 jam sehingga yang giliran kerja tidak masuk kamar sama sekali sampai tiba gilirannya. Katanya sih (belum ngeliat) ada juga kabin yang seperti barak, dengan tempat tidur bersusun berderet-deret. Ini mungkin untuk yang non staf. Kapal ini amat bersih dan rapi. Staf yang mengantar kami berkeliling bilang bahwa si Putri Laut ini masih kalah besar dengan “Polar King” yang punya landasan helicopter. Kebayang aja gedenya. Oceanic Princess juga memiliki sistem pengolahan air laut menjadi air tawar yang entah berapa kapasitasnya.

Sang Putri Laut adalah kapal untuk merekam (recording vessel) dan processing-nya juga dilakukan di kapal (kami bilangnya on board seismic processing). Buat yang bukan dari geofisika, penjelasan singkatnya begini : survai seismik atau akuisisi seismik itu pada dasarnya merekam gelombang yang menjalar dari sumber getar ke dalam bumi, kemudian data gelombang tersebut diproses sehingga didapat penampang seismik (bisa 2 dimensi, bisa 3 dimensi, tergantung gimana survainya) yang menggambarkan keadaan bawah permukaan. Data seismik ini, digabung dengan data2 lain, digunakan untuk menentukan lokasi sumur pemboran baik sumur eksplorasi, delineasi maupun sumur pengembangan. Untuk survai di laut, sumber getar adalah ‘airgun’ (survai di darat bisanya menggunakan dinamit) yaitu semacam tabung berisi udara yang “ditekan” sehingga menimbulkan ledakan. Nah, kapal untuk sumber getar namanya Pasific Titan (kalo di buku cerita anakku, Titan adalah nama raksasa jahat bermata satu, yang dikalahkan oleh Hercules) namun si Titan ini kalah gede ama si Princess.

Ada suatu istilah yang unik pada survai seismik, si Titan disebut “slave” (budak) sedangkan si Princess disebut “master” (tuan) artinya si Titan harus manut ama si Princess, artinya setiap penembakan harus mengikuti aba2 dari kapal perekaman. Ada berbagai jenis survai dan parameternya (dan segala hitungannya yang terlalu rumit untuk diterangkan di sini) dan untuk survai kali ini digunakan cara OBC-plough (singkatan dari Ocean Bottom Cable – kabel untuk perekaman diletakkan di dasar laut, namun di’ploug’, ditanam, karena arus teluk Bintuni yang terlalu deras). Sumber getar tetap di permukaan laut dimana airgun cable ditarik oleh kapal Pasific Titan dan ‘ditembak’ setiap sekian meter. Teknologi OBC-plough untuk survai seismik 3D/4C ini kabarnya adalah pertama kalinya digunakan di dunia (hebat ya… Indonesia… mau membiayai teknologi tinggi ! Sayangnya semuanya pake tenaga asing… artinya kita cuma membayar, cuma pengguna. Sampai kapan ya.. kita mengalami “ketergantungan teknologi” kayak gini). Selain Sang Putri Laut dan si Titan itu, ada satu kapal lagi untuk “support” (support vessel) yang namanya Kuda Nil (padahal mestinya kuda nil itu di sungai ya… bukan di laut) namun lebih kecil lagi dibandingkan dengan Titan. Meski namanya Kuda Nil, ini adalah kapal berbendera Panama dan kandangnya di Singapore.

Separuh bagian kapal Sang Putri Laut berisi peralatan untuk ‘ploughing’ dan ‘seismic recording’. Kami menyaksikan perangkat ’ploughing’, sejenis robot yang dikendalikan dari atas kapal untuk mengeruk dasar laut dan kemudian menanam kabel berisi alat2 perekaman seismik. Untuk mengetahui cara kerja si robot ini, sebelumnya kami disuguhi film animasi dan rekaman. Ada beberapa kamera yang terpasang di berbagai dek sehingga kami bisa menyaksikannya seluruh kegiatan melalui layar monitor. Ada satu monitor di ruangan kami (client room) tapi kali ini karena permukaan dasar laut enggak jernih (berdebu ketika si ‘kerbau’ mulai menggaruk tanah, dan ikan2 kok enggak keliatan ya..… mungkin lari ketakutan ngeliat si ‘kerbau’ itu) maka kamera yang terpasang di robot itu gak bisa bekerja dengan baik. Kami memanggilnya si ‘kerbau’ karena si robot berkaki empat ini bekerja menggaruk tanah persis seperti kerbau yang membajak sawah (aku udah ambil foto2 di Oceanic Princess maupun Pasific Titan, kalo ada yang mau, nanti aku kirimin gambar2nya deh). Tentunya enggak seru kalo cuman menonton di layar monitor maka kami berempatpun pergi ke dek menyaksikan langsung si kerbau beraksi dengan berbagai perangkatnya. Asyik juga melihat bagaimana mereka bekerja di atas dek, tapi aku cuma satu kali aja di sana, soalnya panaassss… takut ntar tambah item ! Lagipula kami harus berdiri di sudut tertentu biar enggak mengganggu dan harus mengenakan pakaian dinas lengkap : helm, safety shoes, baju overall yang semuanya berukuran raksasa untukku yang ‘hobbit’ ini. Udah deh, selanjutnya aku menyaksikan lewat monitor aja : nyaman dan adem.

Seluruh peralatan di kapal ini rasanya berukuran raksasa termasuk “lubang” atau tangki tempat menyimpan kabel rekaman, yang tampak jadi sedikit sekali terisi, karena kapasitas cable tank itu adalah 400 kilometer sedangkan kabel untuk keperluan “pre-survey test” ini “cuma” 10 kilometer saja…. ! Kapal ini aslinya memang kapal untuk menanam kabel komunikasi di dasar laut yang kemudian sedikit dimodifikasi untuk survai seismik. Katanya si Putri Laut ini yang menanam kabel komunikasi antara Jepang dan Hawaii, juga di Eropa Utara.

Hari2 awal kami di atas Sang Putri laut akan diisi oleh berbagai kegiatan percobaan dan pengujian (pokoknya ‘tas tes tas tes’ terus), harus menunggu beberapa hari sampai semua okey… barulah mulai penembakan dan perekaman data seismik. Gimana ya… hasilnya ? Ini adalah ‘pre survey test’, kamilah, tim teknis, yang akan menentukan apakah survai ini patut diteruskan atau dihentikan. Tentunya kami punya sejumlah kriteria yang sudah disepakati saat berbagai ‘meeting’ di kantor.

Kerja di kapal survai yang segede ini enggak kerasa (sama aja rasanya ama di darat) karena enggak bergoyang-goyang atau cuma sedikit aja bergoyang, kecuali kalo kita nengok jendela atau naik ke dek, baru deh terasa….. dikelilingi ama laut. Si Putri Laut ini memiliki ‘stabilisation tank’ dan punya sejumlah baling2 di bagian bawah kapal yang terhubungkan dengan computer dan satelit/GPS sehingga ombak maupun arus yang sebesar apapun bisa ditahan dan posisi kapal stabil, tetap pada kordinatnya. Canggih, ya ! Beda banget ama kapal survey kecil yang pernah aku ikuti juga (waktu itu seismik 2D, pake “streamer”) dimana ruangan untuk rekaman (recording) itu cukup sempit, cuman beberapa computer/work stations yang berderet dan kalo lama2 di ruang itu rasanya pusing karena kapal bergoyang keras, begitu juga kondisi di kapal ‘source’ (sumber getar/airgun) yang enggak segede Pasific Titan dimana setiap kali tembakan menyebabkan kapal lebih keras lagi bergoyang. Kepengen tau juga gimana rasanya di Pasific Titan kalo pas nembak 2000 Psi setiap 25 meter ? Terasa gak ya… getarannya ?

Ayok ah… tidur dulu. Udah malem.

Oceanic Princess, 1 Mei 2005
Salam,
Nuning



Pernah dimuat :
-----Original Message-----
From: Nugrahani
Sent: Wednesday, May 11, 2005 4:22 PM
To: M.B.Saputro ; mimbar-list@gajahsora.net
Subject: Jilid-2 : Sang Putri Laut


Tidak ada komentar: