Jumat, 05 Desember 2008

Tentang Garuda, nih !

Akhir Juni 2008 yang lalu kami sekeluarga (aku, suami dan dua anak), berumroh. Ini adalah perjalanan berumroh sekeluarga yang kedua kalinya (yang pertama tahun 2005 yl), setelah kami (tanpa anak2) berhaji tahun 2003/2004.

Pada hari "H" di akhir bulan Juni yang panas, dengan mengucap bismillah, berangkatlah kami berempat ke bandara. Seperti biasa, kami ke terminal 2 bandara Sukarno Hatta dan direncanakan berangkat menggunakan Garuda sekitar jam 1 siang. Kami berangkat dari rumah sekitar jam 10.30 mengingat jarak rumah kami yang satu propinsi (sama2 Provinsi Banten) dengan bandara internasional itu, yang memakan waktu sekitar 1 jam – 1,5 jam.

Sekitar jam 11-an, belum jauh meninggalkan rumah, kami mendapat telpon dari Agen Perjalanan Umroh, yang mengabarkan bahwa Garuda akan "delay" alias ditunda keberangkatannya menjadi jam 5 sore. Kami memutuskan pulang lagi aja ke rumah dan makan siang dulu (padahal pembantu udah kadung gak masak, wong rencananya kami kan enggak makan siang di rumah, terpaksa menu darurat dihidangkan : nasi telur goreng), dan seusai sholat Zuhur (dan Ashar) kami berangkat lagi ke bandara. Sesampainya di bandara, sekitar jam 4 sore, kami bertemu dengan petugas dari Agen Perjalanan dan diurusin segala sesuatunya… koper masuk ke bagasi, dll, dan diperolehlah kabar bahwa kami siap untuk berangkat.

Sore itu … ada sedikit kehebohan di bandara, terlihat ada banyak kamera dengan logo stasiun teve swasta bersliweran, dan aku dengar kabar bahwa ada artis yang ikutan umroh. Kami ternyata berumroh menggunakan pesawat yang sama dengan rombongan Dedi Mizwar beserta tim "Para Pencari Tuhan". Jadi ada tuh si Udin Hansip, Bang Asrul, 3 cowok pemeran utama PPT itu (aku lupa lagi namanya : Chelsea, Juki, trus siapa lagi ya ?) dan tentu Saskia Adya Mecca. Dan ….. Ternyata juga ada Sarah Azhari dan Luna Maya, yang enggak tau pake agen perjalanan mana, juga barengan umroh sama kami. Pantes heboh !

Mendekati jam 5 sore, kami tak kunjung mendapat kabar kapan "boarding”, yang datang hanya berita bahwa Garuda ditunda lagi terbangnya, menjadi jam 7 malam sembari kami dibagikan voucher makanan. Ya sudahlah (katanya kudu berlatih sabar) kami menikmati makanan saja. Anak2 memilih Mc.D yang enggak jauh dari tempat kami menunggu. Setelah makan kami memutuskan menunggu di "dalam" saja … mencari mushola untuk sholat magrib … sembari mengharap sang Garuda bisa terbang jam 7 malam. Tunggu punya tunggu …. Sampai lewat jam 7 malam belum juga ada pengumuman kapan si burung besar itu terbang dan pula…. gak ada pengumuman penundaan di tivi monitor sehingga kami (bersama dengan puluhan calon penumpang lain) bertanya-tanya kepada petugas Garuda di ruang tunggu terminal, yang sayangnya… juga sama2 enggak tau kapan si Garuda bisa terbang.

Sekitar jam 8-an kami mendapat berita bahwa pesawat akan terbang jam 10 malam (beserta penjelasan bahwa si burung besi perlu perbaikan teknis dan mohon maaf dan sebagainya) serta kembali kami mendapatkan makanan. Kali ini bukan berbentuk voucher melainkan nasi kotak berisi dua ayam goreng "kentucky" plus satu bungkus nasi. Bener2 gak keruan deh rasanya … udah siang tadi cuman makan nasi telur, sore tadi makan Mc.D yang juga ayam… eh… ini makan malam juga nasi ayam ! Suamiku menghiburku dan anak2, katanya : sudahlah.. kita bayangkan aja tadi sore kita makan nasi ayam kampung goreng "Berkah" pak Rahmat yang di Melawai itu, dan malam ini kita makan nasi ayam goreng Nyonya Suharti, kan sama2 ayam ! Meski sudah "membayangkan" makanan enak itu, tetap aja aku enggak bisa menghabiskan dua potong ayam non kampung itu (ngomong2, kenapa dibilang "ayam negeri" ya… padahal itu kan dulunya "ayam luar negeri" ketika ayam kampung adalah satu2nya "ayam dalam negeri". Sekarang ini kan keduanya adalah produk lokal meski kemasan makanan ‘siap saji’ ini adalah luar negeri, cap kakek bule, kolonel, berjenggot putih. Mestinya lawannya ayam kampung adalah ‘ayam kota’ ya, bukan ayam negeri !). Ayam goreng tepung yang tidak kami makan itu (ada "sisa" 4 potong ayam plus dua bungkus nasi, dari kami ber-4) kemudian aku berikan kepada sekelompok OB /OG (office boys/office girls = petugas yang bersih2 bandara) yang menerima dengan senang hati dan berterima kasih. Tindakan kami itu ditiru oleh temen2 seperjalanan sehingga malam itu… dan kami lihat para petugas kebersihan bandara tampak makan malam dengan nikmat sekali : nasi plus ayam kota goreng tepung. Syukurlah.

Jam 10 malam kami mendapat berita lagi bahwa pesawat baru bisa berangkat sekitar jam 1 malam ! Seseorang berkomentar bahwa sebetulnya bila pesawat ditunda lebih dari 6 jam maka kami berhak untuk menginap di hotel atas tanggungan maskapai penerbangan. Yah… gimana mau komplain atau meminta voucher menginap, wong ditundanya enggak langsung 6 jam gitu melainkan dicicil : dari jam 1 siang ke jam 5 sore, kemudian jam 7 malam, kemudian jam 10 malam dan terakhir jam 1 malam. Mungkin ini taktik "mengulur waktu" dari Garuda ?

Ya, sudahlah, ketimbang menggerutu dan komplan-komplen…. kami putuskan istirahat aja di bandara. Koper kabin kami buka, kami keluarkan ke-4 sajadah panjang dan kami gelar di lantai sedangkan 4 kain ihram kami gunakan sebagai bantal (kami sudah diberitahu bahwa dari Jeddah kami akan ke Mekah dulu, umroh dulu, baru setelah itu ke Medinah, jadi pakaian ihram sudah siap di koper kecil yang dibawa ke kabin). Kami tiduran di lantai bandara, yang juga diikuti oleh teman2 sesama umroh lainnya. Lumayanlah, buat sekedar meluruskan badan. Kedua anakku malahan sempet kedengeran dengkurnya, sampai jam 1 dini hari, kami dibangunkan teman, untuk bersiap masuk pesawat. Akhirnya, terbanglah kami sekitar jam 1.40 dini hari, setelah tertunda lebih dari 12 jam ! Garuda… oh… Garuda … ! Yang lebih kasian adalah teman2 umroh yang udah nunggu di bandara sejak pagi (karena pesawat direncanakan berangkat jam 1 siang sedangkan mereka tinggal di luar kota Jakarta), sehingga boleh dibilang mereka menunggu selama 15-16 jam di bandara.

Alhamdulillah, perjalanan selama di tanah suci, Jeddah-Mekah-Medinah, berjalan lancar2 saja adanya dan yang penting niat kami berumroh, untuk men"charge" jiwa kami, sudah terlaksana. Seminggu di tanah suci, sungguh tak terasa lama.

Selesai perjalanan umroh, dari Medinah, kami kembali ke Jeddah untuk bersiap terbang (dengan Garuda juga tentu), kembali ke tanah air.

Bandara untuk umroh di Jeddah adalah bandara Internasional, yang berbeda dengan bandara untuk haji yang luas dan dengan atap unik berbentuk kemah itu. Bandara internasional Jeddah ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan bandara haji. Memang penerbangan haji dengan penumpang lebih dari dua juta orang per tahun (lebih tepatnya selama dua bulan setiap tahun) itu memerlukan bandara yang khusus dan luas ketimbang penerbangan non haji.

Selain untuk haji dan umroh kayaknya enggak banyak deh orang berkunjung ke negara ini (sebagai turis ?). Bandara internasionalnya pun kecil saja. Lah.... ngapain juga ya… kita berkunjung ke tanah tandus berpasir dan berbatu itu, dengan suhu yang panas luar biasa di musim panas serta dingin luar biasa di musim dingin.... jika tidak "diwajibkan" oleh Allah ? (kadang kepikiran juga sih, kenapa ya Allah tidak menurunkan kewajiban berhaji di daerah yang nyaman udaranya dan dengan pemandangan alam yang indah, gitu ? Mengapa kita diwajibkan berhaji di daerah padang pasir gini, ya ?).

Ajaibnya, meski bagaimanapun "sengsara"nya tetap aja kita ingin kembali dan kembali lagi ke tanah suci. Tanah suci ; Masjidil Haram, Ka'bah, Masjid Nabawi, Raudah, .... selalu menimbulkan kerinduan di dalam hati, menimbulkan keindahan dan kebahagiaan yang susah diterangkan dalam kata-kata.

Sesampai di bandara Jeddah, koper2 yang akan masuk ke bagasi pesawat, diurus oleh petugas2 dari Agen Perjalanan umroh. Mereka mengurus "check-in" sementara kami berbaris masuk ke ruang tunggu bandara. Bila ada orang yang mengeluh tentang pelayanan di bandara Sukarno-Hatta maka dapat dipastikan orang yang bersangkutan akan berubah sikapnya bila sudah merasakan pelayanan di bandara Jeddah ini. Bisa dibilang orang2 arab ini "enggak suka melayani pelanggan" apalagi pake senyum segala. Mereka kelihatannya cuman sekedar melaksanakan tugas. Enggak pedulian. Tapi ya itu tadi... mo diapain juga wong kita niatnya beribadah !

Tanpa gembar-gembor tentang pelayanan "prima", tanpa "senyum dan sikap ramah tamah", tanpa iklan apapun, tanpa promo ini itu .... para "turis" tetap aja berbondong-bondong membanjiri tanah suci (belum terhitung yang bersedih... gara2 gak dapat jatah kuota haji, atau gak jadi umroh). Negara kita dengan berbagai cara sudah berusaha menggaet turis tapi tetap aja target kunjungan wisman sulit dicapai (Menteri Jero Wacik katanya kemana-mana mo naik SQ aja, gak naik Garuda ? Apakah karena Garuda dilarang terbang di Eropa sehingga jadi susah kalo menggaet turis dari Eropa ?). Arab Saudi tanpa promosi apapun, mengalami kesulitan menahan masuknya “turis”, yang datang berduyun-duyun ke negaranya, sehingga terpaksa harus membatasi pengunjung yang datang, menetapkan kuota per negara.

Mungkin ini adalah salah satu anugrah Allah kepada tanah arab, ya... dengan minyak bumi yang melimpah... dengan turis yang melimpah yang jumlahnya jauh melebihi jumlah penduduknya. Kayaknya tanpa kerjapun penduduk di jazirah ini bisa hidup layak. Berapa coba.. pemasukan negara Arab saudi hanya dari haji dan umroh saja ? Apalagi penduduknya enggak banyak. Orang Arab terkenal sangat memuliakan tamu (sebetulnya), tapi ya... mungkin tamunya kebanyakan. Lagipula para pekerja di bandara (atau dimanapun di tanah arab) umumnya bukanlah penduduk asli Arab Saudi, mereka adalah pekerja migran dari negara2 lain di sekitar Arab saudi. Jadi selama di negara itu jangan harapkan pelayanan dengan senyum manis, badan membungkuk memberi hormat, dan sikap yang selalu “siap menolong” para tamu/pelanggan, termasuk di bandara.

Menunggu dan menunggu adalah hal yang biasa di bandara Jeddah baik bandara internasional maupun bandara haji. Keliatannya enggak ada usaha2 supaya prosesnya lebih efisien, supaya lebih cepat melayani pelanggan sembari tetap senyum ramah, dsbnya. Gak banyak tersedia kursi di ruang tunggu bandara ... jadi kamipun menggelesot duduk di lantai. Pegel juga sih kalo berdiri sembari berjam-jam menunggu. Toko2 di bandarapun cuman sekali lewat sudah dilihat semua. Gak menarik. Setelah menunggu barang 2-3 jam, paspor dan tiket dibagikan, kamipun diminta masuk. Seperti dimanapun di wilayah Arab saudi, pintu masuk dipisahkan antara pintu laki2 dan pintu perempuan. Yang barisan perempuan melewati detektor yang dijaga oleh para petugas perempuan. Di dalam ruangan tertutup, seorang perempuan yang berseragam dan tidak berjilbab, (mungkin karena di ruangan itu cuman ada perempuan) menggerakkan detektor yang ada di tangannya ke tubuhku sembari mengobrol dengan koleganya. Enggak ngeliatin muka kita... boro2 senyum deh. Beberapa teman yang berjaket diminta membuka jaketnya, dengan kata2 perintah saja, tanpa senyum.

Lepas dari ruang pemeriksaan, aku mengambil tas kabin (yang sudah melewati detektor tas) dan bergabung lagi dengan suami dan anak2ku serta rombongan umroh lainnya, berbaris ke pintu imigrasi dan kemudian masuk ke ruang "boarding" (ruang tunggu masuk pesawat). Sama seperti di bagian luar, ruangan bagian dalam bandara ini juga biasa aja, beberapa bandara di Indonesia kayaknya lebih bagus deh, juga gak banyak toko dan restoran, gak keliatan ada “duty free” dengan tampilan meriah, gak seperti bandara internasional di negara lain yang pernah aku kunjungi.

Ketika menerima tiket/boarding pass untuk pulang ini, kami diberitahu bahwa tempat duduk di pesawat adalah "ngacak" sehingga sekeluarga enggak bisa duduk sederet. Mereka (petugas perjalanan umroh yang mengurus tiket) bilang bahwa mereka sudah berusaha untuk mengurutkan paspor dan tiket per keluarga, dibundel pake karet gelang, tapi oleh petugas (Garuda) setempat bundel itu diacak-acak lagi. Ya sudahlah.. kami pikir nanti ditukar aja di dalam pesawat. Naiklah kami ke dalam pesawat (untungnya penerbangan cuman ditunda sejam saja, kali ini).

Ternyata... satu rombongan umroh kami itu tempat duduknya diacak semuanya... gak ada satupun keluarga yang dapat tempat duduk sederet. Aku dan suami berbeda 3 nomer tempat duduk dan di deretan yang berseberangan, aku dan anak kami yang kecil berbeda 2 nomer dan dengan anak kami yang sulung malah berbeda 9 nomer tempat duduk ! Malahan ada keluarga dengan anak balita memperoleh tiga tempat duduk yang berjauhan ... keruan aja tuh anak menangis keras ketika ibu bapaknya berkeliling menukar tiket supaya bisa berdekatan. Hebohlah... semua orang saling tukar menukar tempat duduk. Ampun2 deh. Kok ya … ngurus tiket begitu aja enggak beres sih ...... enggak melihat umur anak2 yang pegang tiket itu. Masa' anak balita dapat tempat duduk yang berjauhan dengan ibunya ! Mbak pramugari Garuda di dalam pesawat tidak menolong sama sekali, malahan "memarahi" anakku yang bungsu ketika dia memanggil-manggil ibunya (katanya anak lelaki enggak boleh cengeng.. ! Enak aja dia marahin anak orang !). Kok ya enggak ada empatinya si mbak Garuda itu… melihat para penumpang sibuk berpindah tempat saling bertukar nomer tempat duduk supaya anggota keluarganya bisa duduk berdekatan, malah terkesan jengkel dan berharap semua penumpang segera duduk manis.

Setelah dua kali menukar 'boarding pass' aku berhasil duduk di sebelah anak bungsuku yang umurnya 10 tahun ini (tentu saja dia enggak merasa nyaman ketika tau bahwa tempat duduknya bersebelahan dengan orang lain yang tidak dikenalnya). Suamiku akhirnya mendapatkan tempat duduk persis di belakang kursi kami, pun setelah beberapa kali menukar boarding pass-nya. Anakku sulung katanya 6 kali bertukar tempat duduk (lebih tepatnya : 6 kali diminta menukar tempat duduknya oleh penumpang lain - yang diberikannya dengan suka hati – dia mah enggak masalah mo duduk dimanapun) dan akhirnya bisa duduk sederetan dengan bapaknya meski enggak bersebelahan. Tepat ketika pesawat akan 'take off' barulah kami berhenti bergerak. Rasanya lega karena hampir semua keluarga akhirnya bisa duduk berdekatan meski enggak bisa bersebelahan dan yang penting enggak terdengar suara anak2 yang memanggil ibunya atau menangis mencari ibunya. Anakku sulung yang remaja tujuh belas tahun itu malah bersyukur bisa duduk bersebelahan dengan cewek manis yang terpisah tempat duduk agak jauh dari orang tuanya. Kulirik si cewek itu, tampangnya mirip2 ama Cinta Laura yang ngomongnya.. akyuu.. akyuuu .. oh gashh… jakharta bechek ghak ada ojhek.... !

Pesawat kami mendarat dengan selamat di bandara Cengkareng pada pagi keesokan harinya, dan sembari berdiri di gang di dalam pesawat, menunggu keluar pesawat, kudengar sulungku itu berkata sembari senyum-senyum ama si cewek, bahwa dia tidur bersebelahan dengannya semalaman, bahwa mereka udah tidur sama2 (dan si 'Cinta Laura' berkerudung itu cuman membalas senyum2 aja, gak berkata apa2). Duh... jangan2 kami kudu buru2 ngelamar anak gadis, nih !

Yah, selesai sudah perjalanan umroh yang mengesankan ini. Alhamdulillah. Kami harus menabung lagi. Insya Allah, mudah2an kami kembali dapat berumroh bila tabungan sudah cukup. Amin.



Jakarta, 22 Agustus 2008
Salam,
Nuning

================================================================
Dimuat (sebagian) di :

-----Original Message-----
From: mimbar-list@yahoogroups.com [mailto:mimbar-list@yahoogroups.com] On Behalf Of Nugrahani Pudyo
Sent: 20 Agustus 2008 17:41
To: mimbar-list@yahoogroups.com; mimbar.saputro@inteq.com
Subject: [mimbar-list] tentang garuda

Tidak ada komentar: