Jumat, 05 Desember 2008

Tentang Korea

“Where Old Meets New”, begitu semboyan Korea yang terbaca di bandara Incheon. Tapi seminggu di Seoul rasanya aku jauh lebih banyak menemui “new” ketimbang “old”. Korea adalah negara maju, modern, high tech dan segala yang berbau old atau tradisional, di Seoul lebih banyak sebagai latar belakang saja, cuma di gedung pertunjukan atau di museum.

Seoul, ibukota Korea Selatan itu dibaca seperti kita membaca “soul” dalam bahasa Inggris, huruf “e”nya enggak kedengeran, begitu juga dengan Incheon. Seoul adalah kota metropolitan, lengkap dengan segala atributnya : gedung2 pencakar langit, bangunan2 modern, jalan raya yang lebar bertingkat dan penuh sesak dengan mobil, jalur kereta bawah tanah (subway), dan sebagainya. Sungai Hangang (atau Sungai Han) membelah kota Seoul, memisahkan kota bagian utara dan selatan. Saat perjalanan dari bandara Incheon ke hotel aku melihat banyak sekali jembatan dan katanya ada 23 jembatan yang melintasi Sungai Han, beberapa diantaranya bertingkat. Jembatan2 itu diberi lampu warna-warni sehingga terlihat sangat atraktif di malam hari.

Aku merasa sangat beruntung berkesempatan mengunjungi Korea, untuk mengikuti seminar yang diadakan oleh Asia Development Institute. Judul seminarnya adalah Asian Leadership Forum, namun kayaknya sih lebih tepat diberi judul Leadership of Korea in Asia. Bangsa Korea tampaknya berambisi untuk memegang “hegemoni” di antara negara2 Asia, setidaknya dalam hal ekonomi dan teknologi, untuk mendampingi China (dan mengalahkan Jepang).

Korea memang patut merasa geram pada Jepang. Sejak tahun 1910 negara itu berada dalam cengkraman Jepang. Lah, kita yang “cuman” 3,5 tahun aja sudah segitu menderitanya ! Korea merdeka pada waktu yang sama dengan kita, yaitu setelah Jepang diberi bom atom oleh Amrik, pada bulan Agustus 1945. Merdekanya sama bahkan Korea harus mengalami lagi kepahitan perang saat Perang Korea pada tahun 1950-an, namun Korea berhasil meningkatkan GDP-nya dari sejumlah angka yang hampir sama dengan negara kita pada tahun 60-an, menjadi sekian puluh kali lipat, pada tahun 2000-an. Korea saat ini adalah negara dengan GDP nomer lima – kalo enggak salah - tertinggi di dunia (aku lupa angkanya, musti kuperiksa nanti di buku/cd seminar), bahkan mengalahkan Jepang. Itulah yang disebut “keajaiban Korea” atau sering juga disebut sebagai “Korean wave” (mungkin diambil dari istilah “3rd wave” yaitu era atau jaman teknologi informasi). Materi seminar yang aku ikuti ini intinya adalah membagi pengalaman Korea kepada negara2 Asia, bagaimana mereka bisa semaju itu. Memang sungguh menarik menyaksikan bagaimana Korea berubah dari negara agraris menjadi negara industri maju. Pesatnya perkembangan teknologi infromasi dan komunikasi menjadi salah satu dasar kemajuan Korea. Samsung adalah telpon selular paling laku nomer dua di seluruh dunia (setelah Nokia) dan Samsung gak cuman ponsel. Seperti kita ketahui yang namanya LG, Hyundai adalah salah satu merek terkenal di dunia. Korea saat ini berbangga hati karena mampu mengungguli Jepang, sang penjajah !

Yang sedikit bikin jengkel, pda-ku enggak bisa dipakai di Korea, karena Korea ternyata menggunakan basis WCDMA (cdma dengan widebroad) sehingga penduduknya bisa menggunakan produk dalam negeri untuk ponselnya dan juga bertelpon ria dengan harga yang murah. Mo pake ponsel dengan GSM-based di Korea ? Ya boleh aja asalkan menggunakan ponsel yang berjenis 3G / generasi ketiga (aku belum punya, nunggu “pembagian” dari kantor aja ah… hehehehe). Tapi enggak usah kuatir, biaya telpon cukup murah dan internet bahkan sudah masuk ke seluruh desa di Korea. Jadi kepikiran…. memang sih… penduduk Korea hampir semua punya hp (kita selalu bilang hape, handphone, padahal ada bahasa lainnya yaitu cell phone alias telpon selular) namun mereka kan pake produk mereka sendiri (fanatik dan bangga dengan produk negeri sendiri) dan pemimpinnya memikirkan supaya penduduknya dapat memakai telpon dengan biaya murah yaitu dengan cdma namun dikembangkan menjadi WCDMA. Negara kita kok cuman jadi “user” aja ya… ! Udah hareee gene ….! Sampe kapan ya ?

Iyaaaa…. boleh aja kita bilang… kan Korea itu homogen jadi lebih mudah untuk membentuknya dan semua juga tau bahwa Amerika Serikat dan konco2nya sangat membantu Korea Selatan – maklum kan perlu sebagai tameng menghadapi Korea Utara yang dibantu oleh “musuh”nya saat “perang dingin” yaitu Rusia/USSR dan China. Tapi kupikir heterogenitas bangsa kita enggak perlu terus menerus jadi penghambat kemajuan, pun bahwa Korea Selatan banyak dibantu oleh Amerika Serikat terutama pasca Perang Korea, ya.. gak perlu jadi pikiran. Seperti bangsa2 Asia lainnya, Korea juga mengalami tekanan rezim militer, mengalami gelombang protes dan demonstrasi (yang menuntut reformasi) yang enggak habis2 dan juga mengalami “kejatuhan” saat Krisis Ekonomi tahun 1997. Mereka bisa bangkit dengan cepat. Reformasi dilakukan di segala bidang. Menyederhanakan birokrasi, memerangi korupsi (membentuk pemerintahan yang bersih), selain itu pemerintahannya mampu menerapkan prioritas2 dan melaksanakannya dengan konsekuen, suksesnya program privatisasi badan usaha negara…. itu antara lain kunci keberhasilan Korea (setidaknya itu yang aku dengar di Seminar ini). Beberapa badan usaha negara yang strategis ternyata tetap jadi milik negara 100 % seperti listrik, nuklir, migas. Tapi mereka tetap melakukan reformasi dan debirokratisasi pada badan2 usaha negara itu sehingga jadi perusahaan kelas dunia. Tentu saja peran rakyat Korea yang suka kerja keras, prihatin, patriotis, bangga dengan produk sendiri, takut korupsi, dll, juga jadi peran utama dalam kesuksesan Korea. Orang Korea, tetap saja membungkukkan badannya pada orangtuanya dan pemimpin2nya, masyarakatnya tetap menganut senioritas, paternalistik dan sebagainya… tapi toh sifat2 “keasiaan” itu tidaklah menghambat kemajuan bangsanya.

Indonesia bukannya enggak melakukan apa2 sih… ada upaya desentralisasi, otonomi daerah, dll, untuk mempercepat kemajuan bagi bangsa yang amat heterogen dan mencakup wilayah yang amat luas ini, namun tampaknya belum memberikan hasil yang menggembirakan. Yang terjadi adalah para bupati yang jadi “raja kecil” di berbagai daerah. Tak henti2nya temuan BPK alias kasus korupsi dari para bupati itu menjadi berita di media masa (tentu ada juga bupati/kepala daerah yang bagus). Belum lagi kelakuan pejabat2 tinggi seperti (beberapa) menteri, (beberapa) anggota dpr, dll. Yah… mungkin kita perlu menunggu satu generasi lagi…. dengan catatan para generasi penerus itu tidak terkoptasi, tidak terpengaruh oleh sifat2 buruk itu. Saat diminta pendapat/saran tentang seminar Asia Leadership ini di tahun mendatang, aku mengusulkan supaya ada satu session tentang pembangunan sumber daya manusia (gimana sih mengubah rakyat Korea dari bangsa agraris jadi bangsa industri terkemuka di dunia), tanpa crita apa2 – tentu – tentang Indonesia (usulku itu disambut baik, entahlah pelaksanaannya nanti). Aku bener2 mengharap generasi mendatang bangsa kita mempunyai sifat2 positif seperti berkemauan keras / pantang menyerah, mau bekerja keras, malu melakukan korupsi, mampu bekerjasama, dll, tanpa menghilangkan sifat2 positif bangsa kita seperti religius, sopan, menghormati orang tua, dll. Selain itu semoga kita punya pemerintahan (pusat dan derah) yang kuat, bersih, berkemampuan, enggak birokratis, dll. Optimis aja lah !

Aku sering bilang Korea saja di tulisan ini namun maksudku adalah Korea Selatan. Seperti kita tau, Korea terpisah antara Korea Utara (Rusia, China, komunis, otoriter – meski namanya Republik Demokratik Korea Utara) dan Korea Selatan yang didukung Amerika Serikat dan sekutunya. Luas Korea Selatan mungkin sama aja dengan luas Jawa Barat (termasuk Banten) dan Korea Utara tuh seluas Jawa Tengah. Tak ada perbedaan budaya dan bahasa antara Utara dan Selatan, mereka asli satu bangsa (atau kalo di Indonesia tuh satu suku, Jawa, misalnya) yang dipisahkan oleh para pemenang Perang Dunia ke-2 : Amerika Serikat dan USSR. Jumlah penduduk Korea Selatan sekitar 47 juta dan Korea Utara sekitar 23 juta. Hampir 70 % wilayah Korea Selatan ditutupi pegunungan. Kebayang kan… sempitnya wilayah datar yang ditempati, yang menyebabkan kota2 besar seperti Seoul, Busan, Daegu, Incheon, Gwangju dipenuhi oleh gedung2 tinggi.

Tujuan seminar ini, selain untuk membagi pengalaman (bahasa lainnya : memamerkan) kemajuan Korea Selatan adalah juga untuk membangun kerjasama (cooperation and partnerships) di antara negara2 Asia. Peserta Seminar berjumlah 23 orang, berasal dari 10 negara Asia yaitu Indonesia, Brunei, Vietnam, Kamboja, Thailand, Myanmar, Srilangka, Nepal, China dan Filipina. Saat “break” seminar, saat kami lelah karena harus terus mendengar, berpikir dan berbicara dalam Inggris, maka terdengar suara2 yang beragam…. masing2 berbicara dengan teman senegara dengan bahasa ibunya. Cuma dua orang yang tidak kedengeran berbicara dengan bahasa aslinya, karena cuman sendirian, satu2nya wakil negara, yaitu peserta dari China dan Srilangka. Selama seminar kami jadi terbiasa mendengarkan bahasa Inggris dengan berbagai logat/dialek seperti Myanmar, Nepal, melayu (Brunei, Indonesia), dll.

Hampir semua peserta adalah “pimpinan” di perusahaannya, ada yang direktur, deputi, dll, maklum.. judulnya aja “Asian Leadership”. Aku mah… geer aja.. anggap aja aku juga (bakal calon) pemimpin Asia.. hehehehe. Latar belakang perusahaannya beragam, ada yang dari telekomunikasi, listrik, nuklir, migas dan ada yang dari departemen luar negeri. Kami semua tinggal di hotel yang sama yaitu Seoul Palace Hotel. Sama dengan seminar atau kursus yang lainnya, selalu aja ada canda tawa selain serius, saling cerita tentang negara, keluarga, lelucon2, ber-foto2, baik di ruangan seminar (saat break) atau dalam perjalanan ke suatu tempat. Saat berpisah untuk kembali ke negara masing2 tadi siang, kami berjanji untuk “keep in touch”.

Para pembicara di seminar ini adalah professor2 dari SNU (Seoul National University) yang semuanya bergelar doktor/PhD keluaran Amerika Serikat dan juga para direktur utama / CEO dari perusahaan listrik, perusahaan nuklir, perusahaan telekomunikasi, perusahaan minyak/gas, dll. Hebat juga ya… mereka – para CEO itu - mau meluangkan waktu untuk memberikan presentasi, diskusi dan juga menjamu kami makan malam. Keliatannya serius betul ya... keinginan bangsa Korea untuk jadi pemimpin di Asia. Jamuan makan malam disponsori oleh masing2 perusahaan dan ternyata dinner itu cukup resmi pake pidato2an segala. Saat dinner yang disponsori oleh KNOC (Korea National Oil Corporation) aku diminta berpidato di depan podium mewakili para peserta, dan … syukurlah berlangsung baik (ya.. pede aja lah !).

Ada satu session (dari total 12 sessions) tentang kultural, budaya Korea, dan satu session lagi tentang isu gender dan hak asasi manusia. Tentang budaya, pak professor menerangkan makna bendera Korea yang menggambarkan bulatan merah biru berbentuk yin dan yang, yang tidak memisahkan dua bagian dengan garis tegas namun menunjukkan harmoni, dan garis2 di pinggir bulatan menunjukkan elemen2 yaitu heaven, earth, fire dan water yang semuanya menunjukkan bangsa Korea yang cinta damai. Juga diterangkan tentang pakaian nasional dan simbol2nya, selintas sejarah Korea, tari2an, dll. Tentang isu gender (yang digabung dengan isu hak asasi manusia) diterangkan betapa perempuan Korea sekarang sudah jauh lebih maju (iyalah… Korea jaman dulu kan sama aja dengan Jepang, China dan negara2 Asia lainnya, yang “dikuasai” para lelaki) dan juga tentang implikasinya, misalnya turunnya angka kelahiran. Para perempuan Korea sekarang emoh punya anak. Diceritakan juga tentang “budak seks” saat jaman penjajahan Jepang yang 80 % adalah para perempuan Korea (sisanya Indonesia, Filipina, Malaysia, dll), juga tentang betapa gampangnya (jaman dulu) para lelaki Korea menceraikan istrinya, hanya karena si istri dianggap kurang melayani mertuanya, gak punya anak, terlalu cemburu, terlalu cerewet, dll. Ada Sesion lain yang menceritakan tentang senjata nuklir yang dibuat oleh Korea Utara (yang saat ini jauh lebih miskin dari sodaranya di Selatan) dan perundingan2 yang telah dan akan dibuat dengan Amerika Serikat mengenai nuklir dan keadaan kedua Korea setelah dipisahkan sejak tahun 1950-an. Session sisanya ya… tentang kemajuan luar biasa Korea… di bidang informasi, telekomunikasi (termasuk mobile communication), pembangkit listrik terutama nuklir, tentang inovasi2 teknologi dan juga tentang Government Reform. Salah satu professor bercerita bahwa tahun 70-an dulu eskpor Korea yang terkenal pertama kali tak lain tak bukan adalah “wig”… saat itu para wanita Korea memotong rambutnya dan diubah jadi wig kelas satu, kemudian dikirim ke New York. Mereka bekerja keras bersama-sama untuk mencapai kemajuan seperti sekarang (iya… inilah yang patut kita contoh). Korea juga tidak membatasi impor dari negara lain, katanya. Mereka mengekspor namun juga mengimport (iya deh … lah.. mereka segitu bangganya pake produk dalam negeri gimana juga caranya..produk negara lain bisa populer di situ). Selain di ruang seminar, kami juga diajak mengunjungi pusat informasi dan teknologi, pusat inovasi teknologi (ada robot2 yang mengurus rumah, robot anjing, internet masuk desa, robot masa depan, dll) dan juga pusat “e-government”. Menarik sekali.

Korea ternyata punya 23 pembangkit nuklir dan akan dibangun lebih banyak lagi. Korea menyadari negerinya tidak punya sumber daya migas karena itu mereka punya pembangkit nuklir yang saat ini jadi tumpuan / pemasok lebih dari 60 % energi listrik di seluruh Korea dan sisanya adalah pembangkit listrik dengan migas dan batubara. Mestinya sih Indonesia juga sudah memikirkan tentang sumberdaya lain selain migas (eh.. memikirkannya sih mungkin udah sejak 30 tahun yang lalu yang belum itu pelaksanaannya). Sebagai pekerja yang udah hampir 20 tahun di bidang migas, aku paham betul tentang kesulitan usaha pencarian energi dari dinosaurus itu. Bayangkan kesulitan negara kita kalo harga minyak mencapai 100 dolar/barel. Kita kan udah hampir “net imported”. Boleh aja sih punya energi alternatif lain seperti air (PLTA) atau geothermal, dll namun kan juga terbatas (kalo musim kemarau Jatiluhur musti mengurangi pasokan listriknya). Alternatif lain seperti tenaga matahari (solar cell), minyak nabati, dll, tapi itu kan belum jadi, belum dibuktikan untuk keperluan yang besar (cuman kecil2an aja) sedangkan tenaga nuklir kan sudah terbukti dan tidak ada negara maju yang enggak punya pembangkit nuklir. Menurutku kita tetap perlu punya pembangkit bertenaga nuklir namun tentu dengan segala catatannya (sekuritinya, dll).

Seminar dilakukan di gedung “Asia Development Institute” yang di dalam kampus SNU. Seoul National University ini adalah salah satu universitas terbaik di Korea. Orang Korea sangat bangga dengan SNU yang katanya nomer 32 di dunia (nomer satu tentu Harvard. Katanya sih salah satu kriterianya adalah banyaknya jumlah pemimpin negara yang alumnus, jadi kalo mau UI atau ITB – dua PT Indonesia yang masuk 100 besar - naik peringkat, pilih aja menteri lulusan kedua PT itu). Lokasi SNU ini amat luas, dikelilingi bukit/pegunungan. Ini adalah kampus baru, katanya lokasi semula di dalam kota namun karena banyak mahasiswa yang pada demo, kampus dipindahin ke luar kota dan tersendiri, musti naik bus/mobil/kereta dari pusat kota untuk mencapai kampus ini. Salah satu keunggulan Korea dibandingkan banyak negara Asia adalah adalah generasi muda yang hampir semua berpendidikan tinggi/ lulusan universitas, terutama universitas Amrik.

Bangsa Korea amat bangga dengan negaranya, bangga menggunakan hasil karya bangsanya, termasuk mobil, “my first car is Hyundai and my second car is Hyundai (also)” itu kata seorang professor. Jalanan dipenuhi mobil2 buatan dalam negeri : Hyundai, KIA, Daewoo, Sanyong, dll selain tentu ada beberapa mobil mewah sekelas mercy, bmw, porche, jaguar, dll. Mobil Jepang jarang terlihat, paling2 sesekali melintas Toyota Lexus.

Selain kemajuan teknologi, bangsa Korea juga bangga dengan budayanya. Hari terakhir seminar, selain diajak mengunjungi Seoul Tower (bangunan “tower” untuk stasiun tivi, lebih dari 400 meter, tertinggi di Korea), istana raja (yang amat mirip, hanya lebih kecil, dengan istana Forbidden City) yang bernama Gyeongbokgung, dan ke pusat kota, kami juga diajak menikmati malam kesenian Korea. Gak beda jauh lah dengan tari2an dari negara Asia lainnya, ada juga yang mirip dengan “rampak gendang” Indonesia, tari kipas, dll. Mereka mengemasnya dengan baik dan menarik. Kerajaan Korea sudah berusia ratusan tahun dengan berbagai dinasti dan berakhir saat penjajahan Jepang, tahun 1910. Sampai sekarang, mereka tetap memelihara tradisi dan kesenian bangsanya. Ada juga situs “World Cultural Heritage” di Korea. Di beberapa tempat katanya tradisi tetap dipelihara dan di daerah pedalaman pertanian tetap digalakkan (selain teknologi). Sayangnya waktu sangat terbatas, tak sempat lah kami mengunjungi banyak tempat menarik di Korea. Oh ya…. tentu ada juga session belanja ! Saat hari terakhir kami dua kali diturunkan (dari bis) ke tempat perbelanjaan favorit, pertama di Itaewon tempat untuk belanja barang2 suvenir, dll, dan satu lagi di salah satu mal terkenal di Seoul yaitu di Doota, di sini tempat belanja barang2 jaman sekarang baik produk Korea maupun merek2 “branded” dari negara lain. Cuman 1 jam aja di masing2 pemberhentian. Cukuplah untuk beli oleh2.

Tau gak, nama (keluarga) paling pasaran se Korea adalah Kim. Ada sekitar 21 % populasi yang menggunakan nama Kim. Kata si profesor, kalo dia melempar batu sejauh sepuluh meter pasti akan mengenai salah satu dari Kim. Nama populer kedua adalah Park kemudian Lee. Seperti China, nama keluarga diletakkan di depan setelah itu baru namanya sendiri dan nama keturunan keberapa (dari family name itu). Perempuan Korea tidak menggunakan nama suami jadi tetap memakai nama keluarganya sendiri meski udah ganti2 suami.. hehehehe.

Bahasa Korea menggunakan huruf alpabhet tersendiri, beda dengan China dan Jepang. Menarik juga mengamati huruf Kanji China yang rumit… kemudian agak sederhana dan membulat dalam huruf2 Korea dan kemudian jadi lebih sederhana lagi saat sampai di Jepang. Ucapan selamat (datang, pagi, siang, malam) dalam bahasa Korea adalah “anjeunghaseyo” dan terima kasih adalah “khamsahamnida”. Keduanya diucapkan dengan tekanan yang menaik pada akhir katanya. Cuman dua kata itu yang aku tau.

Bagi perut dan lidah kami, orang2 Asia, makanan Korea tidak jadi masalah. Sedaplah. Secara umum rasanya adalah di antara makanan China yang padat rasa dan makanan Jepang yang rada hambar. Kimchi adalah makanan dari sejenis sawi putih yang diberi bumbu pedas dan asam dan selalu ada di setiap kali makan, semacam “hidangan wajib” gitu. Hidangan Korea selalu didahului dan juga diakhiri oleh makanan2 kecil ataupun sayuran (termasuk kimchi) yang ditarok di beberapa piring kecil. Jadi ada banyak piring selain piring utama. Aku cuman ngebayangin.. alangkah repotnya kalo setiap hari musti cuci piring sebanyak itu ! Sumpit (dan kadang2 ditambah garpu) adalah dua alat penting untuk makan, sendok cuman disediakan untuk sup dan sejenisnya.

Setiap hari, dari Senin sampe Jum’at kami meninggalkan hotel sejak jam 8 pagi dan sampe hotel lagi jam 9-10 malam. Acara sangat padat namun semua menarik dan mengesankan. Tentu tak mungkin mengenal dan memahami Korea, budayanya, Hallyu (Korean wave), the miracle of Korea, dsb.nya, dengan hanya seminggu. Bagaimanapun, buatku, ini sungguh pengalaman yang sangatberharga.


Seoul, 2007-09-01
Salam,
Nuning


Pernah dimuat :
From: Nugrahani
Sent: 01 September 2007 21:11
To: Mimbar Saputro; Mimbar List
Subject: [mimbar-list] Tentang Korea

2 komentar:

ningsyafitri mengatakan...

Wahhhh...
Aku mau. Aku mau. Aku mau...
>.<

AKu mau ke Korea juga...
Kapan yaaaa???
>.<
That's great exprnce...

Salam kenal, Mbak...

nadiastari 나디아 mengatakan...

Wah klo saya baru membuat itinerary buat ke korea mba ^^ tapi great experience tuh mba ^^

saya mau share rencanan perjalanan saya ke korea ya mba... http://nadiastari.blogspot.com/2012/11/lets-explore-korea-my-dream-trip.html

klo boleh, mohon bantuan vote untuk itinerary saya XD
Terima Kasih, Kamsahamnida *bow*