Jumat, 05 Desember 2008

Tentang Jet Lag

Aku enggak tau persis apa sih terjemahan resmi dari ‘jet lag’, pokoke artinya kira-kira adalah suatu keadaan dimana tubuh kita mengalami ‘kelambatan’ untuk menyesuaikan diri dengan keadaan di tempat yang disebabkan oleh adanya ‘beda waktu’ akibat perjalanan dengan menggunakan pesawat terbang “jet”. Ketimbang pake kalimat yang jang-panjang mending kita pake istilah ‘jet lag’ aja langsung, toh udah pada ngerti semua. Nah, berapa sih “beda waktu” yang kira-kira bisa menimbulkan ‘jet lag’ ? Mungkin itu tergantung pada masing-masing orang namun menurutku perbedaan waktu itu, selagi enggak lebih dari 6 jam, enggak akan terlalu mempengaruhi jam biologis kita. Apabila kita terbang lurus ke utara, ke suatu kota di China misalnya maka mungkin enggak terjadi ‘jet lag’. Kecapean yang timbul lebih disebabkan akibat perjalanan aja. Begitu juga bila kita pergi ke pedalaman Papua atau ketika mudik lebaran dan mengalami macet total di jalur Pantura atau tanjakan Nagrek. Kalo yang terakhir itu sih namanya ‘traffic lag’ bukan jet lag, ya !

Jet lag yang paling parah aku alami adalah pada tahun 1992 ketika mengunjungi New Orleans, USA. Beda waktu antara Jakarta-WIB dan New Orleans-WAT (= Waktu Amerika bagian Tengah) pada saat itu adalah persis 12 jam. Artinya pas jam 12 siang di sini ya…. adalah jam 12 malam di sana dan sebaliknya. Keadaan diperparah oleh lamanya perjalanan yang harus ditempuh antara Jakarta dan New Orleans. Saat itu kami berangkat dari Jakarta hari Jum’at sore, ke Singapore dulu, dari Singapore trus langsung ke Los Angeles (sekitar 18 jam perjalanan udara) trus disambung penerbangan lokal dari LA ke Dallas trus ke New Orleans. Sampai di hotel di New Orleans, aku masih ingat, jam menunjukkan pukul 11.30 tengah malam, masih hari Jum’at juga… ! Udah segitu bete’nya di pesawat karena terlalu lama (total sekitar 26 jam) eh… masih hari Jum’at juga. Udah gitu, karena tengah malam di sana berarti tengah hari – siang hari di Jakarta maka mata ini amat susah terpejam meskipun badan rasanya udah remuk redam.

Besoknya, hari Sabtu, kita harus ikutan “pre-convention course” alias kursus sebelum pertemuan ilmiah tahunan SEG (Society of Exploration Geophysicists) selama 2 hari yaitu Sabtu dan Minggu. Konvensi SEG-nya sendiri sih baru dimulai hari Senin. Coba deh… tega banget gak sih…. Baru sampe tengah malem (from overseas) harus langsung ikutan kursus. Aku udah lupa lagi judul kursus itu, pokoke tentang seismiklah. Yang pasti aku mengalami rasa ngantuk yang luar biasa selama kursus berlangsung. Rasanya suara si bule pengajar itu merdu sekali… sayup-sayup sampai di telingaku…. Lah wong secara biologis itu kan lagi jamnya tidur ! Siang hari waktu sana kan sama dengan malam hari waktu Jakarta, persis 12 jam bedanya (ikutan kursus di Indonesia aja ngantuk apalagi di Amrik). Karena itu adalah perjalanan dinasku yang pertama ke luar negeri dan kursus pertamaku di luar negeri maka aku bertahan, sebisanya. Minum kopi begitu ada ‘break’ dan berusaha berkonsentrasi pada materi kursus. Dalam waktu 4 hari itu (2 Jum’at, Sabtu dan Minggu) praktis tidurku total cuma 2-3 jam aja. Nah, hari Seninnya, aku mengalami kelelahan luar biasa ; badan terasa panas-dingin, batuk-batuk, mata perih, jalan terasa oleng … gak napak di bumi.. seperti melayang-layang…. pokoknya serasa mabuk (meski aku belum pernah mabuk sekalipun) dan susah berkonsentrasi. Itulah akibat Jet Lag. Setelah mendaftar SEG pagi itu, aku memutuskan untuk beristirahat di hotel bahkan makanpun di kamar. Seharian itu aku berusaha tidur dan tidur. Butiran obat flu/batuk yang aku bawa dari tanah air membantuku tidur lebih baik. Alhamdulillah, besoknya, keadaanku udah jauh lebih baik. Apabila ada temen2 yang pernah nge-run VSP (atau witness) di sumur Eksplorasi dan alat2nya macet sehingga harus diulang, sehingga enggak tidur 2 hari 2 malam…. Nah… itulah rasanya Jet Lag dalam versi yang lebih ringan. Kadang terpikir : berapa lama sih manusia bisa bertahan tanpa tidur ? Habibie dan Bung Karno, 2 mantan presiden kita, katanya cuman membutuhkan tidur 2 jam saja sehari.

Bila beda waktu di negara yang kita kunjungi itu kurang dari 6 jam (dan lebih cepat), seperti di China, Hongkong, Jepang, Australia, berdasarkan pengalamanku, kita enggak mengalami Jet Lag. Paling2 kita tidur lebih malam yaitu sekitar jam 1 atau 2 dini hari (karena di Indonesia kan baru jam 10 malam, misalnya) tapi kita bisa bangun jam 7 pagi, jadi tetap aja… tidurnya 5-6 jam sehari dan itu sudah cukup buatku. Di kota Paris atau London yang beda waktunya 7-8 jam (lebih lama) dari Jakarta, maka masa paling mengantuk adalah sore hari (karena saat itu adalah tengah malam waktu Jakarta). Hari pertama, biasanya aku mengikuti aja keinginan tubuhku : aku tidur sebentar sore itu sampai terbangun oleh alarm dari HP-ku atau dering telepon kamar hotel dari teman dinasku, yang mengajak makan malam. Besoknya, masa mengantuk itu aku geser lagi sampai (rata2 di hari ketiga) aku bisa tidur normal, artinya mulai tidur jam 11-12 malam waktu sana dan tidur 5-6 jam sehari. Jalan kaki sampai capek, setelah makan malam, dapat membantu kita tidur lebih baik. Biasanya, begitu tubuh kita udah menyesuaikan diri dengan waktu sana… eh… besoknya kita pulang ke tanah air dan …. Jet Lag lagi !

Ada beberapa kiat untuk mengurangi efek Jet Lag. Aku mendapatkan ini dari nasehat teman-teman maupun dari pengalamanku sendiri :
- Berusaha mengatur irama tubuh kita. Meski hari terang benderang (di pesawat, misalnya) tapi sudah waktunya (secara biologis) kita tidur maka berusahalah tidur. Aku selalu membawa penutup mata dan berusaha tidur di pesawat sebisa mungkin, enggak nonton video atau mendengarkan musik atau membaca buku terus menerus. Begitupun ketika sampai di tujuan dan hari sudah malam maka berusahalah tidur, jangan menonton tivi terlalu lama meski ada film menarik di HBO, misalnya. Sebaliknya bila di siang hari tubuh kita menginginkan istirahat, maka tidurlah barang setengah sampai satu jam tapi jangan terlalu lama karena dimanapun, tidur siang yang terlalu lama akan mengganggu tidur malam kita.
- Makan yang cukup. Aku selalu ingat nasehatnya Mas Dwi Martono : “Ning, makanan yang tersedia di pesawat sebaiknya dimakan karena kita gak bisa berhenti untuk beli bakso atau beli karedok”. Makan yang cukup juga membantu kita tidur nyenyak. Apabila makanan ‘in situ’ enggak cocok ama lidah kita (biasanya begitu) apalagi untuk orang2 yang ‘local content’nya tinggi… gak bisa makan kalo gak makan nasi, misalnya…. Maka bawalah atau belilah di supermarket terdekat, penganan yang cukup mengenyangkan. Segelas susu hangat (yang non fat sekalipun) juga bisa membantu tidur nyenyak.
- Berolahraga sebisanya. Peregangan dan olahraga ringan juga bisa membantu kita tidur dengan lebih nyaman. Ini juga nasehatnya Mas Dwi Martono. Setelah seharian ikutan seminar/rapat/kursus atau apapun urusan dinas kita, cobalah berolahraga di sore harinya. Jenis olahraga yang paling aku sukai ketika di luar negeri tentu saja jalan-jalan cari oleh-oleh, ke mal atawa ke toko suvenir atawa ke tempat-tempat menarik lainnya. Setelah capek jalan kaki (dan hati gembira karena bisa belanja) maka tidur kitapun akan lebih nyenyak.
- Mandi air hangat. Pori-pori kulit yang terbuka akibat mandi (atau berendam) air hangat bisa membuat kita mengantuk (nasehat ini aku dapat dari Pak Luthfi). Aku selalu berusaha membawa/membeli sabun krim untuk shower dan berendam yang wangi yang membuat aku nyaman dan relaks, juga body lotion. Sebaiknya jangan menggunakan air yang terlalu panas karena bisa menyebabkan ruam kulit (ketika musim dingin).
- Bila dibolehkan ama dokter, bolehlah bawa sedikit obat-obatan yang mengandung obat tidur jenis ringan. Dinas ke Amrik kemarin aku bawa obat ‘lelap’ (bukan promosi, loh) meski enggak kuminum juga karena ternyata tidak kuperlukan. Boleh juga bawa suplemen dan vitamin bila memang terbiasa mengkonsumsinya.

Mungkin ada teman2 yang bisa menambah saran-saran untuk mengatasi jet lag tersebut ? Tau gak apa indikasinya hingga kita bisa bilang bahwa udah gak kena Jet Lag ? Itu loh… kalo kita udah bisa BAB di pagi hari misalnya jam 5 pagi (waktu sono) seperti kebiasaan kita di tanah air.

Untuk mengatasi Jet Lag sepulang dari dinas, rasanya jauh lebih mudah. Sepulang dinas ke San Ramon (beda waktu 15 jam dengan Jakarta) awal Desember kemarin, aku udah masuk kantor keesokan harinya dan temen2 banyak yang tanya : “kok kamu enggak Jet Lag sama sekali, sih ?... segar dan enggak terlihat ngantuk !” Kujawab : “Iyalah, karena aku bisa tidur nyenyak tadi malam …. Kan ada yang meniduriku… hehehehe”. Pengennye sih kutambah lagi Kiat-kiat mengatasi Jet Lag itu : “hubungan seks yang baik akan membuat kita tidur nyenyak” (Mas Mimbar pasti setuju, nih !). Tapi urung kumasukkan karena aku selalu dinas ke luar negeri itu dengan para suami (suami orang lain, tentu !). Kan bisa gawat !!


Jakarta, Desember 2004
Salam,
Nuning


(pernah dimuat di mimbar-list).

1 komentar:

ns. tohap marihot simatupang mengatakan...

oh begitu ya kak... thank u... aku ingin sekali dapat ke luar negeri... tapi apa daya, uang gak sampai, otak juga gak sampai.ini facebook kak, aku ingin berteman dengan kakak : matsuo.masahiro@yahoo.co.id