Jumat, 05 Desember 2008

Tentang “Playboy”

Mungkin sebagian besar dari kita udah tau, udah denger kabar bahwa di bulan Maret 2006 nanti, kalo gak ada aral melintang, akan terbit majalah Playboy Indonesia. Iyaaaa......majalah khusus laki-laki dewasa, asuhannya Hugh Heffner (diteruskan oleh anak perempuannya), berlambangkan kelinci putih, yang berisikan foto2 perempuan2 molek tanpa busana, dengan berbagai pose yang aduhai.. hai.. hai, yang dicetak di atas kertas yang luks dan mahal itu.

Enggak mengherankan sih... sebetulnya... mengingat udah cukup banyak “franchise” majalah dari negeri sono, misalnya Cosmopolitan, Her World, National Geopgraphic, dan lain lain. Ini tinggal masalah waktu aja, kayaknya.

Gak kebayang deh... kalo majalah “playboy” terbit dalam bahasa Indonesia dan diterjemahkan dengan judul majalah “Laki-laki hidung belang” atau “Laki-laki Mata Keranjang” atau “Laki-laki dengan Jidat Mengkilat” dan lain-lain. Mungkin karena itu, judulnya enggak berubah (apalah artinya nama), bahasanya aja yang diganti (diterjemahkan ?) dengan bahasa Indonesia. Seorang pakar bilang bahwa bahasa adalah salah satu “daya tangkal” untuk membentengi budaya lokal tapi ya...... apalah artinya bahasa untuk majalah yang sebagian besar berisi foto2 syur itu ? Majalah ini bukan untuk dibaca, tapi dilihat !

Mungkin di Indonesia logo kelinci itu perlu diganti, ya.. ! Soalnya kelinci diasosiasikan dengan telinga panjang, padahal di Indonesia, anggota wajah yang diasosiasikan dengan laki2 yang “suka main2 perempuan” itu adalah hidung (istilah hidung belang), mata (mata keranjang) dan jidat (jidat mengkilat) jadi bukan telinga ! Mungkin telinga panjang putih itu diasosiasikan untuk perempuan (bukan laki2) yang suka pamer (eskhibisionis) ?

Katanya sih... untuk terbitan Indonesia itu “local content” akan ditingkatkan, jadi siap2 aja deh... kalo nanti semakin banyak perempuan elok Indonesia yang memamerkan auratnya... di majalah itu. Sebelum ini, konon udah ada beberapa nama perempuan Indonesia yang tampil di majalah itu – yang terbitan luar negeri tentu. Siapa bilang perempuan Indonesia kalah seksi dibandingkan ama koleganya di luar negeri ?

Ada banyak pro dan kontra, tentu. Yang pro umumnya beragumentasi tentang arus globalisasi, kebebasan pers, kebebasan informasi, urusan bisnis, soal seni dan keindahan, gak mau dibilang munafik, dll. Sedangkan yang kontra umumnya berkata-kata soal moral, agama, soal pendidikan anak2 dan sebagainya. Ada juga yang kontra karena soal gender, isu feminisme (lah, kalo perempuannya yang mau, sukarela, bangga, .... gimana ya ?).

Ahli seksologi, Dr. Naek L Tobing di Kompas online, tanggal 17 Januari yang lalu, mengkhawatirkan bahwa kaum remaja dan anak2lah yang akan mengejar-ngejar majalah ”Playboy Indonesia” mengingat hukum di sini belum kuat, belum mampu untuk memilah distribusi media yang berbau porno sehingga anak2 di bawah umurpun bisa membelinya secara bebas.

Soal pornografi... banyak yang bilang bahwa toh saat ini di Indonesia sudah banyak beredar majalah2 yang porno atau semi porno, semisal FHM atau koran Lampu Merah atau yang lain, yang dengan bebasnya dijual di kios2 di pinggir jalan. Belum lagi peredaran vcd-vcd porno yang begitu mudah didapat bahkan ada yang beredar dari rumah ke rumah. Juga jagad internet sudah banyak sekali menyajikan situs2 porno maupun semi porno dan begitu mudah diakses di warnet2. Pun... acara di televisi banyak yang juga mengumbar aurat dan pornogarfi serta pornoaksi. (eh.. aku bukan pendukung Rhoma Irama, loh ! Aku salah satu penggemarnya Inul Daratista, hehehehe). Jadi ketambahan satu majalah lagi.... so what gitu loh !

Soal ketelanjangan..... gak usah munafiklah.. kata sebagian orang ! Lihatlah gambar2 di candi2, lukisan2 di Bali.... kan juga memamerkan ketelanjangan. Iyalah... kan perempuan2 di pedalaman Papua dan Kalimantan sampai saat ini cuma menutupi bagian bawah tubuhnya aja, tanpa busana. Yang laki2pun pake koteka aja. Di Bali pun hingga tahun 1950-an masih banyak perempuan yang ”memamerkan” dadanya. Tapi kan beda lah..... ketelanjangan di situ dibandingkan dengan ketelanjangan di majalah, di internet, di vcd ... meski ”barangnya” sama.

Duh.. duh.. duh.... semakin repot aja nih.... menjaga anak2ku. Kalo televisi bisa aku matikan, Internet bisa kami awasi, vcd bisa kita batasi. Rasanya aku gak siap deh... gak tau gimana harus bersikap bila nanti.. suatu ketika.... menemukan majalah Playboy ini di kamar anakku yang abg.


Jakarta, 20 Januari 2006
Salam,
Nuning.



Pernah dimuat :
From: Nugrahani Pudyo
Date: 01/20/06 21:04:39
To: mimbar-list@gajahsora.net
Subject: Tentang "Playboy"

Tidak ada komentar: