Pada “Buku Tentang Kebaikan” ini,
para pembaca akan menemukan cerita-cerita tentang kebaikan-kebaikan kecil,
kebaikan-kebaikan dari kegiatan kehidupan sehari-hari (sekarang dan di masa
lampau) serta cerita-cerita tentang orang-orang baik, tentang orang-orang
sederhana, yang diceritakan oleh Kang Jonih dengan gaya bahasa yang amat
mengasyikkan.
Saya pernah membaca novel fiksi karya
Mitch Albom, “The Five People You Meet in Heaven”, yang menceritakan tentang
seorang pekerja biasa, yang selama berpuluh tahun bekerja memelihara
wahana bianglala (kincir raksana) di taman hiburan anak-anak, dengan penuh
tanggung jawab, dan ketika dia meninggal dunia, di surga (ini cerita di novel
tersebut) dia bertemu dengan orang-orang yang juga orang biasa
seperti dirinya, orang yang melakukan pekerjaan sehari-hari, orang-orang
sederhana. Setiap orang bisa saja memiliki gambaran siapa saja para
penghuni surga kelak, namun secara umum orang-orang sependapat bahwa penghuni
surga adalah orang-orang yang baik. Nah, siapa kah “orang-orang
baik” itu ? Apakah dia seorang pekerja biasa, seorang miskin,
seorang ibu, seorang kaya, seorang pejabat, seorang kyai, seorang guru,
seorang tukang sampah, seorang …. ? Kebaikan-kebaikan apa yang mereka
lakukan agar dapat disebut sebagai “orang baik” ?
Kadang saya berfikir, jangan-jangan
sebagian besar penghuni surga adalah orang-orang sederhana yang melakukan
kebaikan-kebaikan kecil di setiap harinya, kebaikan-kebaikan yang “biasa-biasa
saja”, kebaikan-kebaikan kepada sesama manusia dan sesama
mahlukNya. Tentu saja, soal penghuni surga, kita percaya bahwa itu
merupakan hak prerogatif Allah SWT, namun kita tentu dapat berusaha melakukan
kebaikan-kebaikan di dunia ini, berusaha menjadi “orang baik” (dan mengharapkan
ridloNya dan rahmatNya. Aamiin).
Bicaralah kepada kami perihal kebaikan
dan kejahatan. Dan Dia menjawab :
Engkau adalah kebaikan manakala kau
berusaha memberikan dirimu.
Namun engkau bukanlah jahat saat kau
mencari keuntungan bagi dirimu.
Sebab saat kau berusaha untuk untung,
engkau hanyalah akar yang berpegangan pada bumi dan menyesap dadanya.
Engkau baik ketika kau berjalan
menuju tujuanmu dengan tegas dan dengan langkah-langkah yang berani.
Tapi engkau bukannya jahat kalau kau
pergi ke sana berjalan pincang, bahkan mereka yang pincang tidak berjalan ke
belakang.
Dalam kerinduanmu, untuk kebesaran
dirimu terletak kebaikanmu, kerinduan itu ada pada kalian semua.
Di antara kalian ada yang menganggap
kerinduan itu adalah aliran deras yang berlari dengan perkasa menuju samudra,
sambil membawa rahasia lereng bukit dan nyanyian hutan belantara.
Dan pada yang lain kerinduan itu
hanya arus datar yang kehilangan dirinya di sudut-sudut dan tikungan dan masih
tertinggal sebelum mencapai pantai.
Tetapi jangan biarkan dia yang lebih
kuat berkata kepada dia yang lebih lemah, “ Mengapa kau begitu lamban dan
tertegun-tegun?”
Sebab orang yang benar-benar baik
tidak akan bertanya kepada yang telanjang, “Di mana pakaianmu ?”, pun tidak
kepada gelandangan, “Apa yang menimpa rumahmu ?”.
(- dikutip sebagian saja dari
“Sang Nabi”, Kahlil Gibran) :
Pada “Buku Tentang Kebaikan” ini,
tidaklah ada cerita-cerita yang menggurui atau menyalahkan, tidak bercerita
tentang kebaikan versus kejahatan, ini adalah cerita tentang kebaikan-kebaikan
sehari-hari, namun kita dapat meresapi tingginya nilai-nilai moral, tingginya
nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung di dalamnya. Saya percaya bahwa
nilai-nilai kemanusiaan adalah universal. Semua kebaikan itu bermuara pada
Allah yang Maha Esa. “Buku Tentang Kebaikan” ini juga mengingatkan kita
akan pentingnya akhlak yang mulia, tentang memuliakan manusia, tentang mencintai
sesama manusia. Pada buku “Bergaul Ala Penghuni Surga” karya Imam
Al-Ghazali, dijelaskan tentang satu hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukari dan
Muslim : “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Salam bersabda ; Tidaklah
sempurna iman salah seorang dari kalian hingga kalian mencintai saudara kalian
sebagaimana kalian mencintai diri kalian sendiri”.
Jakarta, 3 Januari 2013
Salam,
Nugrahani Pudyo (Nuning)